09 Mei 2017

Di Pasar Prenduan

Pada suatu hari Rabu, saya pergi ke Pasar Prenduan. Pasar ini merupakan pasar desa di kecamatan Pragaan. Sebuah pemandangan unik saya saksikan dengan kepala sendiri. Pagi yang mulai panas itu jadi menyenangkan sekali.

Tampak seseorang yang menggiring anak kambing di sisi selatan jalan dan seorang lain ada orang yang menawarnya.

“Eyocola berempa?” (mau dilepas berapa [harga kambing itu])?
“Nemseket.” (650 ribu rupiah)
“Ta’ ekenning lemaratos?” (Enggak bisa kalau dilepas dengan harga 500 ribu?)
“Engko’ keng pas ta’ eparoko’a?” (Lalu, saya lantas enggak mau dikasih uang jajan buat sekadar beli rokok?). 

Pertanyaan retoris di atas ini adalah ungkapan populer masyarakat Madura. Meskipun bentuknya pertanyaan, tapi yang dimaksudkannya adalah bahwa ia keberatan dengan harga tersebut karena itu artinya sama dengan uang modal. Kalau dilepas dengan harga segitu (500 ribu), bahkan ia tidak akan dapat keuntungan sama sekali, meskipun hanya sekadar untung buat beli rokok). Ya, semacam basa-basi saja, sih.

“Yeh, lema’ seket lah.” (Ya udah, 550 ribu dah…)

Se penjual kambing kini melangkah tegap ke arah depan, tidak menoleh lagi seperti sebelumnya. Maklum, dari tadi, tawar-menawar ini terjadi di dua tempat yang bersisian, dipisahkan oleh jalan raya: Yang menggiring kambing berjalan di selatan jalan, yang menawarnya berada di utara jalan. Mereka berdua sama-sama berjalan ke arah arat, menuju ke pasar. Ya, mereka melakukan tawar-menawar sembari berjalan.

* * *

Betapa asyiknya mereka berdua, pikir saya.  Mereka begitu ceplas-ceplos melakukan tawar-menawar barang dagangan dan hal itu terajadi di kedua sisi jalan yang berbeda. Bagi bukan warga setempat, terutama mereka yang tinggal di Jawa dan sama sekali tidak paham Bahasa Madura, pemandangan ini mungkin tampak seperti dua orang yang sedang bertengkar karena nada suaranya begitu tinggi. Maklum, suara mereka harus lantang agar mampu mengalahkan deru kendaraan bermotor yang memisahkan mereka berdua.

Bagi orang yang terbiasa masuk ke dalam toko waralaba dan bermodel swalayan itu, saya yakin, akan kaget melihat pemandangan seperti ini. Biasanya, mereka disambut sapa pelayan, senyum kasir. Kata-kata yang ramah dan lembut sama sekali tidak ada di tempat ini. Orang tawar-menawar saja kayak orang bertengkar. Tapi, ya, mau apa lagi? Mereka sudah terbiasa begini dalam melakukan transaksi dan semua itu berlangsung asyik-asyik saja. Saya melihatnya begitu.

Makanya, saya suka belanja ke pasar dan toko kelontongan itu karena masih ada basa-basi, ada tawar-menawar dan ada pula obrolan tidak penting yang kadang tidak berhubungan langsung dengan barang dagangan. Semua itu tidak akan terjadi di toko yang semua harganya sudah dipatok dan tidak dapat ditawar lagi. Bahkan, ke toko seperti ini, kita dapat melakukan transaksi dengan tanpa bicara sama sekali, sama sekali, namun itu tidak mungkin terjadi di pasar, di toko kelontong.

Duh, asyiknya belanja di toko tetangga dan pasar yang sayangnya kini sudah mulai tidak begitu diminati lagi.


2 komentar:

Marom AlBanna mengatakan...

Pertanyaannya, mengapa Polsek Kec. Pragaan diberi nama Polsek Prenduan?

M. Faizi mengatakan...

@Maron: Nah ini pertanyaan keren. Sungguh ini bisa jadi esai, haha

Entri Populer

Shohibu-kormeddaL

Foto saya

Saya adalah, antara lain: 6310i, R520m, Colt T-120, Bismania, Fairouz, Wadi As Shofi, Van Halen, Puisi, Hard Rock dll

Pengikut

Label

666 (1) Abdul basith Abdus Shamad (1) adi putro (1) adsl (1) Agra Mas (1) air horn (1) akronim (1) Al-Husari (2) alih media (1) Alquran (1) amplop (1) Andes (1) Android (1) anekdot (3) aula asy-syarqawi (1) Bacrit (2) bahasa (5) baju baru (1) baju lebaran (1) Bambang Hertadi Mas (1) banter (1) Basa Madura (1) basabasi (1) batuk (1) bau badan (1) bau ketiak (1) becak. setiakawan (1) belanja ke toko tetangga (1) benci (1) bis (3) bismania (2) BlackBerry (1) Blega (1) blogger (2) bodong (1) bohong (2) bolos (1) bonceng (1) bromhidrosis (1) Buang Air Besar (BAB) (1) buat mp3 (1) budaya (1) buku (2) buruk sangka (2) catatan ramadan (4) celoteh jalanan (1) ceramah (1) chatting (1) chemistry (1) cht (1) Cicada (1) Colt T 120 (1) corona virus (1) Covid 19 (1) cukai (1) curhat (5) defensive driving behavior development (1) dering (1) desibel (2) diary (1) durasi waktu (1) durno (1) ecrane (1) etiket (17) fashion (2) feri (1) fikih jalan raya (1) fikih lalu lintas (1) fiksi (2) filem (1) flu (1) gandol (1) gaya (1) ghasab (1) google (1) guru (2) guyon (1) hadrah (1) handphone (1) Hella (1) hemar air (1) Hiromi Sinya (1) humor (2) ibadah (2) identitas (1) ikhlas (1) indihome (1) inferior (1) jalan raya milik bersama (1) jamu (1) jembatan madura (1) jembatan suramadu (2) jenis pekerjaan (3) jiplak (2) jual beli suara (1) Jujur (3) Jujur Madura (1) jurnalisme (1) jurnalistik (3) KAI (1) kansabuh (1) Karamaian (1) karcis (1) Karina (1) Karma (1) Kartun (1) kebiasaan (5) kecelakaan (2) kehilangan (1) kenangan di pondok (1) Kendaraan (2) kereta api (1) keselamatan (1) khusyuk (1) kisah nyata (7) Kitahara (1) kites (1) klakson (1) klakson telolet (1) kode pos (2) kopdar (2) kopi (1) kormeddal (19) korupsi (2) KPK (1) kuliner (2) L2 Super (2) lainnya (2) laka lantas (1) lakalantas (1) lampu penerangan jalan (1) lampu sein (1) layang-layang (1) lingkungan hidup (3) main-main (1) makan (1) makanan (1) malam (1) mandor (1) Marco (1) masjid (1) Mazda (1) menanam pohon (1) mengeluh (1) menulis (1) mikropon (1) mimesis (1) mirip Syahrini (1) mitos (1) modifikasi (1) money politic (1) Murattal (1) musik (1) nahas (1) napsu (1) narasumber (1) narsis (1) Natuna (1) ngaji (1) niat (1) Nokia (1) nostalgia (2) Orang Madura (1) Paimo (1) pandemi (1) pangapora (1) paragraf induktif (1) parfum (1) partelon (1) pasar (1) pekerjaan idaman (1) pemilu (1) peminta-minta (1) pendidikan (1) pendidikan sebelum menikah (1) penerbit basabasi (1) pengecut (1) penonton (1) penyair (1) penyerobotan (1) Pepatri (1) perceraian (2) Perempuan Berkalung Sorban (1) perja (1) perjodohan (1) pernikahan (1) persahabatan (1) persiapan pernikahan (1) pertemanan (1) pidato (1) plagiasi (2) plastik (1) PLN (1) pola makan (1) poligami (1) polisi (1) politik (1) polusi (1) polusi suara (2) Pondok Pesantren Sidogiri (1) ponsel (2) popok (1) popok ramah lingkungan (1) popok sekali pakai (1) PP Nurul Jadid (1) preparation (1) profesional (1) PT Pos Indonesia (1) puasa (5) publikasi (1) puisi (2) pungli (1) Qiraah (1) rasa memiliki (1) rekaan (1) rempah (1) ringtone (1) rock (1) rokok (1) rokok durno (1) rumah sakit (1) Sakala (1) salah itung (2) salah kode (3) sanad (1) sandal (1) santri (1) sarwah (1) sastra (1) sekolah pranikah (1) senter (1) sepeda (3) sertifikasi guru (1) sertifikasi guru. warung kopi (1) shalat (1) shalat dhuha (1) silaturrahmi (1) siyamang (1) SMS (1) sogok bodoh (1) sopir (1) soto (1) sound system (1) stereotip (1) stigma (1) stopwatch (1) sugesti (1) sulit dapat jodoh (1) Sumber Kencono (1) Sumenep (1) suramadu (1) syaikhona Kholil (1) takhbib (1) taksa (1) tamu (2) Tartil (1) TDL (1) teater (1) teknologi (2) telkomnet@instan (1) tengka (1) tepat waktu (1) teror (3) tertib lalu lintas (28) The Number of The Beast (1) tiru-meniru (1) TOA (2) tolelot (1) Tom and Jerry (2) tradisi (1) tradisi Madura (4) transportasi (1) ustad (1) wabah (1) workshop (1) Yahoo (1) Yamaha L2 Super (1)

Arsip Blog